Senin, 08 Februari 2010

Permainan Nasib

Nasib vs Uang

Cahaya mentari telah menjamah dan menyapa sebagian belahan bumi, tapi kini tak pernah kujumpai sedikit pun keelokan parasnya. Butiran cahayanya yang dapat terbiaskan menjadi warna pelangi dengan sedikit sentuhan air hujan. Namun, hanya sedikit kemilau cahaya bak berlian bertebaran berhasil melewati jeruji-jeruji besi nan kian mempersempit duniaku. Yah, dunia yang bagiku hanya selebar 3x3 meter persegi, dihadang oleh teralis yang seolah-olah siap mematikan langkahku menuju kebebasan. Ironis memang, jika harus menanggung kebusukan orang lain. Tapi inilah hidupku, segelintir orang akibat himpitan ekonomi yang membuat nasib tak berpihak padanya.
***
Kondisi beristri dengan seorang anak membuatku harus membanting tulang demi menjadikan dapur rumah tetap mengepul. Spirit hidupku juga terletak pada senyum-senyum mereka. Senyum penggerak otot pemompa semangat, walau harus berpeluh. Dan keuangan keluargaku mulai membaik setelah diriku diterima di sebuah perusahaan material milik Bos Jodi -begitu dia dijuluki, aset-asetnya pun bertebaran tak terhitung lagi jumlahnya-. Awal mulanya diriku hanya sebagai buruh kasar, akan tetapi karena kinerjaku atau apalah, sehingga Bos Jodi menjadikanku sebagai salah satu staffnya. Syukur tiada henti kupanjatkan, tak kusangka ternyata tamatan SLTA pun dapat bekerja dalam ruangan berbilik-bilik dengan komputer di hadapannya. Meskipun tak ber-AC, tapi semilir angin jendela merupakan AC tersejuk yang pernah kurasakan.
Din, ini ada pesanan dari klien, tolong kamu buat rekapnya di komputer. pesan Bos Jodi saat diriku dipanggil ke ruangannya
Oke Bos,,
Dirinya sudah terbiasa dengan panggilan itu, orang- orang menganggapnya bak malaikat penolong, pemberi lapangan kerja masyarakat sekitar.
Lembar demi lembar kuketik, walau tangan kurang terampil tapi setidaknya mengetik di komputer tidak sepayah menggunakan mesin ketik. Banyak hal janggal kutemui, semua pesanan berupa kode-kode yang tidak wajar untuk penamaan barang-barang material. Mungkin ini hanya kebodohanku semata. Setiap tugas kulaksanakan dengan sungguh-sungguh. Diriku telah dilanda euforia terhadap Bos Jodi, kegaguman yang berlebih membuatku ingin mempersembahkan hasil kerja terbaikku.
Din, tlng ke ruang sy skarang. SMS pendek dari Bos Jodi baru saja kuterima.
Bergegas aku ke ruangnya, dengan perasaan was-was. Adakah yang salah dengan kerjaku seminggu ini??
Pori-pori tanganku terus saja mengeluarkan ludah asinnya, ekspresi kepanikan yang bergejolak. Baru tiga kali kuketuk pintu.
Ya, masuk saja Din. Suara Bos Jodi menggema dari dalam
Di dalam ruangnya kulihat seorang wanita cantik terduduk di sudut sofa sedang sibuk membetulkan kerah bajunya dan beberapa buah kancing yang terlepas, sepatunya pun tidak berada pada tempatnya, sepertinya ia buru-buru menanggalkannya di kolong meja. Lain halnya dengan Bos Jodi yang tetap setia dengan kursi kebesarannya, meski pakaiannya terlihat berantakan.
Wow,,sepertinya baru saja terjadi affair… gumamku dalam hati.
Memang sudah tradisi, bahkan menjadi simbiosis mutualisme. Para wanita selalu silau dengan kemilau harta yang diimbangi dengan para penguasa penggila raganya.
Duduk saja Din. Kursi itu sudah menunggumu. Oya, kenalkan dia Resti, sekretaris baruku. Tunjuknya pada wanita tadi. Sedikit senyum menggoda dilemparkannya kepadaku, tapi coba kubalas dengan anggukan santun, seolah tak sedikit pun diriku tertarik padanya.
Yah,, mungkin lama-lama kalian akan kenal. tegas Bos Jodi mengendurkan ketegangan urat kelelakianku, maklum saja mana ada laki-laki tahan dengan wanita se-asoy dia.
Dari situ tak kuduga ternyata Bos Jodi kembali menaikkan jabatanku sebagai manajer salah satu perusahaannya. Cukup drastis memang. Diriku akhirnya dapat menata ekonomi keluarga lebih layak bersama istri tercinta dan seorang buah hati yang beranjak balita. Kami juga tak perlu lagi kucing-kucingan dengan pemilik kontrakan saat tagihan tiba. Yah, kredit macet di keluarga kami telah cair.
Namun, ternyata permainan baru saja dimulai. Pernah suatu pagi kujumpai Bos Jodi sebegitu marah pada salah satu kuli panggulnya akibat tidak sengaja menjatuhkan satu sak semen yang membuat serbuk-serbuknya bertebaran. Akhirnya kuketahui bahwa ia bernama Samin. Akan tetapi belakangan tersiar kabar ia telah dipecat Bos Jodi semenjak kejadian itu. Mungkin ini pertanda sang macan mulai mengeluarkan taring dan siap menerkam buruannya.
Guna mencari jawab, kuikuti suara intuisiku. Iseng-iseng kucoba merekapitulasi ulang apa yang dilakukan Samin. Betapa terkejutnya mendapati apa yang kutemukan saat itu, dua bungkusan berlapis kertas minyak. Walau hanya tamatan SLTA, tapi aku tidak sebodoh itu untuk dapat membedakan daun ganja dengan daun lainnya. Bisnis ini haram dan harus segera dihentikan. Kamuflasenya sangat rapi. Dibalik sikap manisnya tersimpan suatu kebusukan. Perasaan dilematis terus menghantuiku, memikirkan nasib keluarga agar perut tetap terisi dengan keharaman bisnis Bos Joni yang kujalani .
Paginya aku kembali bekerja berusaha menetralisir keadaan sambil memikirkan langkah ke depan. Akan tetapi, ternyata secara tidak sadar sepasang mata telah mengintaiku saat kejadian itu. Bahkan demi menutupi kebusukannya, tuduhan pemalsuan data pun di alamatkan kepadaku. Akal liciknya terlatih untuk bergerak cepat.
Selamat Siang Pak,, berdasarkan berkas yang kami terima. Bapak kami tangkap karena dugaan pemalsuan data keuangan. Sehingga untuk sekarang Bapak kami mohon ikut ke kantor.
Pemalsuan data??!!
Sumpah demi Allah, saya tak pernah melakukannya. Ini fitnah…!!
Untuk alasan selanjutnya, bisa Bapak jelaskan di kantor. ujar para petugas itu tanpa mengindahkan pembelaanku. Tubuhku terus saja meronta, tetapi tetap saja tak kuasa menahan tenaganya yang memang sudah terlatih. Sungguh fitnah memang tak pernah adil. Mereka pun lantas menggelandangku bak buronan kelas kakap. Dari kejauhan tampak Bos Jodi terlihat berjabatan dengan salah seorang petinggi aparatur negara. Senyum kemenangan tampak mengembang di bibirnya. Para aparatur yang seharusnya menjadi pengayom ternyata tak dapat berkutik, karena mulutnya telah dipenuhi dengan segepok rupiah oleh Bos Jodi. Untuk sesaat pun kepalaku terasa pening. Pengadilan demi pengadilan kulalui dengan perasaan gamang. Tubuh ini seperti tak bertuan, jasad bergerak, tapi otak dan hati serasa mati. Nasib memang selalu berpihak pada tuan beruang tanpa memandang keadilan. Nasib pula lah yang membawaku kesini. Akan tetapi setidaknya aku masih memiliki seorang istri yang setia, meski akhir-akhir ini dirinya disibukkan dengan pekerjaan barunya demi menyambung hidup.
***
Setahun sudah kujalani hidup di pengasingan ini, demi menebus suatu kesalahan semu. Sebenarnya sudah seberapa bobrok negeri ini, sehingga kejujuran tak lagi dihiraukan. Hati pun tak pernah ikhlas menjalani. Hanya sebaris doaku agar pintu keadilan segera dibuka.
Din, ada piaraan baru lho… ujar Deni, teman sebilikku.
Hah, siapa??
Tuh, lihat saja, tapi jangan heran kalau kamar nya VIP, nggak seperti kita
Sejurus kemudian kuarahkan pandanganku pada seorang pria yang masih terduduk canggung, walaupun sisa-sisa seorang penguasa masih tampak didirinya. Ia juga mengingatkanku pada sesosok monster mesin pembunuh, telah banyak korban yang ia bunuh karakternya., termasuk diriku. Tak salah lagi, ia adalah Bos Joni. Mungkin Tuhan mulai menampakkan keadilan dan kekuasaanNya. Bahkan ingin rasanya, hari ini aku menjadi Malaikat Izrail yang mencabut jiwa busuknya untuk dipertanggungjawabkan. Namun, ternyata untuk sekadar menyentuh bajunya pun, aku tak mampu. Sederet pagar besi yang kokoh telah menghalangi niatku. Penasaran ingin kuketahui sebenarnya kasus apa yang mengirimnya ke lembah ini. Bukankah dengan segudang hartanya ia bahkan mampu membeli nasib??
Din, kamu pasti mau baca ini. Deni membuyarkan lamunanku seraya menyerahkan selembar koran.
Pada headlinenya tertulis Kalap, Seorang Pengusaha Bunuh Selingkuhannya.
Di situ juga terpampang foto korban. Seorang wanita yang menurutku sangat cantik, serta figur ibu yang baik dan penyayang anaknya. Yah, semuanya kini telah terlambat, meski jawaban telah kudapat. Perasaan di hati berkecambuk begitu hebatnya, bersamaan dengan itu muncul lintasan-lintasan siluet wajah mungil tak berdosa membuat kepala terasa kian berputar bagai gasing. Dan tiba-tiba semua berubah menjadi hitam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar