Selasa, 06 September 2011

Essay about Green Chemistry

Subtema : “Kesadaran Mahasiswa Akan Potensinya Guna Membangun Lingkungannya"

Eksistensi dan Peran Mahasiswa dalam Penggalakan Program Green Chemistry

Pencemaran lingkungan merupakan salah satu permasalahan besar di negeri yang terkenal sebagai “Zamrud Khatulistiwa” ini. Namun, seiring dengan perkembangan teknologi telah membuat masyarakat kurang mengindahkan akan kondisi lingkungan alam. Kondisi lingkungan alam yang masih “perawan” pun kini mulai susah didapati. Berbagai permasalahan hidup yang hangat sekarang ini adalah dampak dari kerusakan lingkungan. Kerugian material dan moral pun tak dapat dihitung, misalnya terjadinya bencana banjir, akan berdampak bagi penyebaran berbagai macam penyakit seperti diare atau gatal-gatal. Berbagai penyakit yang berbahaya seperti kanker berdasarkan penelitian-penelitian terbaru menunjukkan akibat dari akumulasi bahan pencemar dan penyakit-penyakit ini akan menimbulkan penurunan bagi generasi berikutnya.
Demikian pula berbagai penyakit yang kian hari kian bertambah banyaknya.
Kesehatan lingkungan memiliki pengaruh yang sangat besar terhadap manusia, keseimbangan ekologi, dan ketersediaan sumber daya alam. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menyebutkan bahwa kesehatan lingkungan menyangkut 17 faktor dan yang paling penting adalah pencemaran lingkungan. Lingkungan tak lagi menjadi ”sahabat” bagi manusia bila telah tercemar ( Daud JRP, 2005). Berbagai macam bahan pencemar tersebut salah satu yang paling berbahaya berasal dari bahan kimia. Penggunaan bahan kimia sebagai starting material umumnya akan menghasilkan residu yang lebih banyak dibandingkan produknya. Jika residu yang dihasilkan tidak ramah lingkungan maka dikhawatirkan dapat mencemari lingkungan dan yang lebih berbahaya umumnya bersifat sebagai racun, sebagai contoh akibat yang merugikan dari arsen bagi kehidupan manusia adalah apabila air minum mengandung unsur tersebut melebihi nilai ambang batas dengan gejala keracunan kronis yang ditimbulkannya pada tubuh manusia berupa iritasi usus, kerusakan syaraf dan sel (Herman, 2006).
Selain itu masyarakat yang belum mengenal ilmu kimia dengan baik menjadi faktor yang penting, seperti dikatakan oleh dosen program studi Ilmu Kimia Fakultas MIPA Universitas Islam Indonesia (UII) Yogyakarta Dr Noor Fitri MSi.,"Ilmu kimia dianggap ilmu yang sulit, abstrak, berhubungan dengan bahan kimia yang beracun, tidak dapat langsung diaplikasikan, dan lapangan pekerjaannya terbatas". Ia juga mengatakan peran ilmu kimia dalam bidang lingkungan hidup sangat besar. Isu pemanasan global, pencemaran udara, air dan tanah telah memicu pengembangan green chemistry yang berorientasi pada proses dan penggunaan bahan yang ramah lingkungan (Fitri N, 2009). Green chemistry mengembangkan kesadaran akan penggunaan bahan kimia dengan memperhatikan dampaknya pada lingkungan. Oleh karena itu sangatlah penting untuk menyebarluaskan prinsip-prinsip green chemistry kepada praktisi, terutama mereka yang melibatkan bahan kimia dalam pekerjaan mereka.
Mengapa Green Chemistry dibutuhkan?
Kimia hijau atau green chemistry adalah sebuah paradigma baru yang menggiatkan rancangan proses dan produk yang bisa memperkecil bahkan menghilangkan penggunaan maupun pembentukan bahan kimia beracun dan berbahaya. Sedikit berbeda dengan cakupan bahasan kimia lingkungan yang mengurusi aspek-aspek kimia dalam lingkungan, maka kimia hijau lebih mengarahkan pandangannya pada persoalan mencari metode proses kimia yang lebih ramah lingkungan, mengurangi, dan mencegah polusi serta sumber polusi. Paradigma kimia hijau ini telah mengundang dan menuntun para ilmuwan untuk mengembangkan inovasi proses kimia yang menggeser, menambah/mengurangi atau memperbaharui proses kimia tradisional-konvensional menjadi lebih ramah terhadap lingkungan maupun manusia tanpa meninggalkan prinsip-prinsip optimasi proses produksi (Palgunadi, 2007). Oleh karena itu, green chemistry memiliki peranan penting karena hampir semua aspek dalam kehidupan sehari–hari berkaitan dengan produk kimia. Selain itu, perkembangan produk kimia telah menimbulkan masalah baru bagi lingkungan dan kesehatan bahkan efek-efek lain yang belum diketahui. Seperti pada pemakaian pestisida DDT, penggunaan kosmetika, pembuatan obat, dan sebagainya.
Tahun 2005, Ryoji Noyori mengajukan tiga aspek pengembangan kimia hijau, yaitu karbon dioksida superkritis sebagai pelarut hijau, hidrogen peroksida sebagai agen oksidasi hijau, dan penggunaan hidrogen dalam sintesis senyawa asimetris. Aspek-aspek tersebut menjadi jauh lebih beragam seiring dengan berkembang pesatnya gairah ilmuwan bergiat di bidang kimia hijau. Proses kimia dalam reaktor ukuran mikro, proses kimia yang melibatkan cecair ionik (ionic liquids) maupun reaksi kimia dalam pelarut multi fasa adalah sedikit contoh tambahan aspek (Noyori, 2005). Dalam pelaksanaannya Paul Anastas dan John C. Warner mengembangkan 12 prinsip-prinsip kimia hijau, yang membantu untuk menjelaskan apa definisi sarana dalam praktek. Prinsip-prinsip yang mencakup konsep-konsep seperti:
• Perancangan proses untuk memaksimalkan jumlah bahan baku yang berakhir di produk;
• Penggunaan yang aman, lingkungan-zat berbahaya, termasuk pelarut, jika memungkinkan;
• Desain proses energi efisien;
• Bentuk terbaik pembuangan sampah tidak untuk menciptakannya di tempat pertama.
Ke-12 prinsip tersebut adalah:
1. Lebih baik mencegah daripada mengobati limbah atau membersihkan sampah setelah terbentuk.
2. Metode sintetis seharusnya didesain untuk memaksimalkan penggabungan semua materi yang digunakan dalam proses menjadi produk akhir.
3. Sintetis harus dirancang untuk menggunakan dan menghasilkan zat yang memiliki sedikit atau tidak toksisitas bagi kesehatan manusia dan lingkungan.
4. Produk kimia harus dirancang untuk mempertahankan keberhasilan fungsi sekaligus mengurangi toksisitas.
5. Penggunaan zat tambahan (misalnya pelarut, agen pemisahan, dll) harus dilakukan dan sedapat mungkin tidak perlu, tidak berbahaya bila digunakan.
6. Energi persyaratan harus diakui dampak-dampaknya bagi lingkungan dan ekonomi dan harus diminimalkan. Metode sintetis harus dilakukan pada suhu dan tekanan ambien.
7. Sebuah bahan mentah atau bahan baku harus dapat diperbaharui dan dimana pun secara teknis dan ekonomis dapat dipraktekkan.
8. Mengurangi derivatisasi yang tidak perlu (kelompok pemblokiran, perlindungan / deproteksi, modifikasi sementara) harus dihindari sebisa mungkin.
9. Reagen katalis (seperti selektif mungkin) lebih unggul daripada reagen stoikiometri.
10. Produk kimia harus dirancang sehingga pada akhir fungsi mereka mereka tidak bertahan dalam lingkungan dan terurai menjadi produk degradasi tidak berbahaya.
11. Analitikal perlu dikembangkan untuk memungkinkan untuk real-time, dalam proses monitoring dan kontrol sebelum pembentukan zat berbahaya.
12. Bahan dan bentuk suatu zat yang digunakan dalam proses kimia harus dipilih untuk meminimalkan potensi kecelakaan kimia, termasuk rilis, ledakan, dan kebakaran. (Anastas & Warner, 1998.)
Green Chemistry Sebagai Problem Solver
Green chemistry sebenarnya merupakan kolaborasi dari beragam disiplin ilmu kimia yang telah mapan sebelumnya. Namun, yang menjadikan dia bersinar di lingkup disiplin kimia adalah konsepnya serta lebih menitik beratkan pada residu kimia dan bebagai pengolahannya. Berbagai permasalahan dunia yang dapat diperbaiki dengan green chemistry antara lain:
1. Masalah kekurangan energi di dunia. Kondisi ini pengaruhi oleh faktor-faktor yang tak dapat diperbaharui dan berpotensi merusak lingkungan seperti karbondioksida, menipisnya lapisan ozon, dampak penambangan serta bahan beracun di sekitar kita. Permasalahan ini dapat menjadi pendorong dalam pembuatan energi alternatif seperti photovoltaics, rekayasa bahan bakar hidrogen, bahan bakar nabati atau biologis dan yang lainnya. Selain itu gerakan green chemistry lain ialah meningkatkan pemakaian katalis yang tepat dan mampu mengefisienkan pemakaian energi. Sebab jika alur proses sintesis dapat dipotong otomatis pemakaian energi dapat dihemat.
2. Masalah perubahan iklim global, antara lain perubahan iklim, kenaikan suhu lautan, kimia stratosfer, dan pemanasan global adalah bidang kajian yang ditangani oleh teknologi green chemistry.
3. Masalah sumber daya alam yang kian menipis. Eksploitasi yang berlebihan atas sumber daya alam tak terbaharui, menyebabkan ketidakseimbangan pada skala yang memprihatinkan. Upaya-upaya yang dapat dilakukan melalui green chemistry ialah sintesis bahan bakar yang dapat diperbaharui secara berkesinambungan baik dari segi ekonomi dan teknologi seperti: teknologi biomassa, teknologi nanosains, biosolar, efisiensi karbondioksida , zat chitin dan pengolahan limbah.
4. Masalah kekurangan pangan. Ketika terjadi kelangkaan pangan maka aliran distribusi pun melemah. Sayangnya metode pertanian sekarang ini tak mampu lagi mengatasi masalah pangan di masa mendatang. Untuk itu perlu adanya metode baru dalam mengatasi masalah pangan ini dan green chemistry secara sains dapat berperan dalam teknologi produksi makanan masa depan
5. Masalah alam lingkungan yang semakin terpolusi. Penerapan green chemistry pada penelitian dan proses produksi yang dilakukan secara konsisten dan tepat, dapat mengurangi bahkan menghilangkan senyawa beracun yang berdampak manusia, biosfer dan lingkungan sekitar.
Aplikasi dan Peran Mahasiswa
Mengacu pada 12 prinsip dalam penerapan green chemistry, maka orang-orang yang berkecimpung di bidang kimia memainkan peranan penting dalam pelaksanaanya. Akan tetapi tidak menutup kemungkinan bagi mereka yang berkecimpung di bidang lain untuk ikut serta mengembangkan green chemistry, bahkan di masa datang selayaknya industri penjamin kemandirian bangsa adalah industri nasional berbasis riset yang menggunakan bahan baku lokal disertai dengan sistem manajemen sumber daya alam yang baik dan teknologi nasional hasil karya anak bangsa. Di sini mahasiswa menjadi salah satu aspek yang diandalkan. Mahasiswa diharapkan mampu terus berinovasi mengembangkan teknologi tanpa mengabaikan lingkungan hidup. Berbagai langkah dapat dilakukan untuk mengaplikasikan program green chemistry ini.
Mahasiswa yang langsung berinteraksi di laboratorium dapat diarahkan untuk mengembangkan katalis yang bekerja seperti enzim, katalis tersebut dinamakan tetra-amido-macrocyclic ligand activators (TAML). TAML yang bekerja bersama hidrogen peroksida (H2O2) mampu meniru kerja enzim tubuh manusia untuk mengurai toksin yang berbahaya seperti pestisida, pewarna tekstil, dan detergen. TAML juga mampu menurunkan tingkat polusi bau, menjernihkan air, hingga bersifat disinfektan dengan membunuh bakteri setingkat anthrax. TAML diyakini dapat merevolusi penggunaan klorin sebagai anti-polutan yang sudah banyak digunakan masyarakat dan dunia industri. Pada tingkat laboratorium, TAML dianggap cukup menjanjikan, tetapi pada tingkat industri lain lagi permasalahannya. TAML masih harus diuji coba kembali untuk mengobservasi efeknya pada lingkungan bila digunakan dalam jumlah yang tidak sedikit. Jangan sampai TAML justru menjadi polutan baru yang tidak teratasi lagi (Collins J, et.al.,2006). Sikap kreatif mahasiswa juga dapat diaplikasikan dengan menciptakan bahan bakar ramah lingkungan dan biodegradable (dapat didegradasi). Seperti cairan pelumas ramah lingkungan yang telah dikembangkan tim riset dari Universitas Huelv, minyak pelumas ini berbahan minyak ricin, minyak protein beracun dari tumbuhan jarak, dan turunan selulosa serta dapat didaur ulang (Franco, JM., 2009). Di bidang tekstil mahasiswa juga dapat memberikan solusi bagi pabrik tekstil agar menghasilkan limbah yang lebih aman, misalnya dalam memproduksi nilon-6 untuk diganti dengan Nilon-66, untuk menghindari kelemahan yang ada, tetapi belum bisa dipandang sebagai solusi terbaik. Artinya, mendesain metoda atau zat kimia alternatif adalah pilihan berikutnya (Nuramdhani, 2009). Dalam hal ini mahasiswa dituntut untuk dapat menemukan pilihan alternatif untuk hasil residu yang aman dari suatu proses produksi bahan kimia.
Selain itu mahasiswa yang tidak berkecimpung di laboratorium secara langsung dapat memberikan pengertian pada masyarakat tentang green chemistry mengingat masih minimnya pengetahuan mereka tentang penggunaan bahan kimia dan dampaknya bagi kehidupan. Hal ini dapat direalisasikan dalam bentuk talk show maupun seminar yang dapat diikuti oleh masyarakat maupun para pekerja di bidang kimia, sehingga program green chemistry dapat terlaksana secara menyeluruh.
Kesimpulan
Perkembangan teknologi di bidang kimia telah menuntut kimiawan untuk menciptakan bahan kimia dan residu yang ramah lingkungan. Sehingga green chemistry merupakan solusi yang tepat karena dalam hal penemuan, rancangan dan aplikasi produknya termasuk proses yang dijaga dari penggunaan bahan beracun atau zat yang berbahaya bagi kehidupan serta hampir seluruh produk untuk keperluan sehari-hari adalah produk kimiawi. Beberapa hal di atas, menunjukkan bahwa green chemistry mampu memberikan kontribusi yang sangat besar dan fundamental terhadap kelestarian hidup di planet bumi yang kita cintai. Sehingga sudah sepatutnya gerakan ini didukung oleh semua pihak terutama kalangan industri, pemerintah, dan mahasiswa yang merupakan aset bangsa sehingga diharapkan mampu menjadi inisiator serta mengembangkan berbagai teknologi ramah lingkungan.


Daftar Pustaka
Anastas, P.T. & Warner, J. C., 1998, Green Chemistry: Theory and Practice, Oxford University Press, New York.
Collins J., Terrence and Chip Walter, 2006, Little Green Molecules, Scientific American, Maret 2006, 62-69.
Daud, J.R.P, 2005, Pencemaran Lingkungan, http://pahlano.multiply.com. , diakses tanggal 23 Juni 2010.
Fitri, N., 2009, Masyarakat Belum Mengenal Ilmu Kimia dengan Baik, Milad (Dies Natalis) Ke-66 Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta.
Franco, JM., 2009, Pelumas Industri 'Hijau' Dikembangkan, Harian Republika, 15 Juli 2009. www.republika.co.id. , diakses tanggal 23 Juni 2010.
Herman, D.Z., 2006, Tinjauan Terhadap Tailing Mengandung Unsur Pencemar Arsen (As), Merkuri (Hg), Timbal (Pb), dan Kadmium (Cd) dari Sisa Pengolahan Bijih Logam, Jurnal Geologi Indonesia, Vol. 1 No. 1 Maret 2006: 31-36.
Noyori, R., 2005, Pursuing Practical Elegance In Chemical Synthesis, Chemical Communication, (14), 1807-1811.
Nuramdani, .I., 2009, Proses Hijau Alternatif Proses Bersih Produksi Nilon-6, Think Textiles Kolom Sains dan Teknologi Tekstil, Edisi Khusus Cetak-Juli 2009:3-4, www.thinktextiles.blogspot.com. , diakses tanggal 26 Juni 2010.
Palgunadi, J., 2007, Kimia Hijau, “new but old stuff” yang sedang trendi, http://matainginbicara.wordpress.com. , diakses tanggal 23 Juni 2010.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar